Ada beragam definisi terkait pengajaran. Yang pertama, ia
merupakan aktivitas akademik terkait dengan penanaman dan pengetahuan dan
konsep oleh guru untuk membentuk peserta didik yang siap menghadapi tantangan
pada masa yang akan datang dengan mengusahakan perubahan positif dalam tingkah
laku peserta didik yang sangat penting bagi perkembangannya[1].
Dalam konsep pengajaran, pengajaran merupakan serangkaian kegiatan di luar diri
peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses pembelajaran internal[2].
Di sini, peran guru menjadi sangat vital yang biasanya bisa berbentuk dua hal
yakni tradisional dan modern. Pada bentuk tradisional, peran guru berpusat pada
guru itu sendiri sedangkan pada bentuk modern, peran guru berpusat pada siswa
sehingga guru merupakan fasilitator pembelajaran. Kedua definisi ini memiliki
keterkaitan dengan orientasi pengajaran.
Orientasi pengajaran berkaitan erat dengan transfer ilmu
pengetahuan dari luar diri siswa ke dalam diri siswa. Terkait hal ini,
pendidikan sejati tidak terdiri dari menjejali peserta didik dengan banyaknya
pengetahuan dan dugaan yang tidak teruji semata, namun tanpa pengetahuan dan
prinsip moral yang mapan, manusia tetap akan menjadi makhluk yang tidak berdaya[3].
Karena sejatinya, pengetahuan tidaklah mengindoktrinasi melainkan memerdekakan[4].
Pengetahuan tentang dunia luar berperan penting untuk kesetaraan. Pembatasan
pada pengetahuan yang harus diketahui siswa dengan ekstrim akan menghilangkan
kesetaraan pendidikan bagi siswa itu sendiri[5].
Tindakan pengajaran yang menimbulkan tindakan belajar pada diri peserta didik
membentuk intuisi dan imajinasi mereka melalui titik acuan bersama yang
menghubungkan pribadi, budaya, dan ideologi[6].
Hal ini bermanfaat bagi mereka untuk obrolan ringan, opini, dan impian mereka. Hanya
orang yang berpengetahuanlah yang dapat menghargai betapa banyak yang tidak
mereka ketahui[7].
Proses belajar menjadi sangat bermakna ketika ia mampu
melibatkan proses berpikir yang sangat terkait dengan adanya rasa penasaran
dari peserta didik. Untuk itu hendaknya guru mempertimbangkan cara terbaik
untuk mendorong siswanya untuk berpikir dan mengoptimalkan kesempatan yang
benar-benar digunakan siswa untuk mendapatkan kesibukan yang menyenangkan yang
berasal dari proses berpikir yang berhasil. Hal ini dikarenakan sifat dasar
peserta didik yang biasanya memiliki rasa ingin tahu, namun belum menjadi
pemikir yang baik karena ada sesuatu yang belum pas dengan kondisi kognitifnya
yang akan membuatnya menghindari kegiatan berpikir[8].
Cara terbaik untuk mendorong pembelajaran permanen adalah dengan mendorong
penggunaan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti interpretasi dan
penerapan bukan hanya akumulasi data dan pengetahuan[9].
Selain itu, beberapa cara yang direkomendasikan untuk menjaga minat peserta
didik dalam belajar pada awal pembelajaran melalui beberapa pintu masuk
pembelajaran yakni melalui narasi, logis-kuantitatif, titik dasar, pendekatan
estetik, dan pendekatan langsung[10].
Hal ini ditujukan untuk mewadahi kecenderungan belajar peserta didik yang
dominan. Guru yang terampil ialah yang dapat membuka sejumlah jendela berbeda
pada konsep yang sama[11].
Selain berpikir, kemampuan dasar yang harus dikembangkan
dalam diri peserta didik selama pengajaran adalah otomatisitas[12].
Otomatisitas ini terkait dengan kemampuan mengidentifikasi suatu fakta yang
disajikan dengan pengalaman yang dimiliki dengan cepat dalam proses pengajaran.
Salah satu contohnya adalah kemampuan mengenali kata-kata yang terkait dengan
kemampuan literasi. Investasi besar diperlukan untuk menyediakan praktik
pengajaran otomatisitas ini salah satunya dengan membaca sesuatu yang sama
berulang-ulang[13].
Asumsinya ialah bahwa siswa mengembangkan otomatisitas melalui pengalaman
berulang dalam kehidupan mereka yang bisa dimulai dari kebiasaan-kebiasaan
mereka.
Sebaik apapun suatu pengajaran, peserta didik yang paling
sukses tetaplah mereka yang bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri[14].
Untuk itu mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu dinilai lebih penting
daripada mengajarkan serangkaian fakta kepada peserta didik. Hal ini sangat
berkaitan dengan banking concept yang dicetuskan oleh Freire[15]
yang cenderung memandang peserta didik sebagai suatu objek pendidikan yang
berperan pasif menerima apa pun yang disampaikan oleh guru. Untuk itu, guru
atau pendidik diharapkan untuk senantiasa meningkatkan kapasitas dirinya dengan
menjadi pembelajar sepanjang hayat sehingga mampu menguasai hal-hal yang
diperlukan dalam proses pendidikan dan pengajaran untuk meningkatkan kapasitas
peserta didik dan perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
Tentang Penulis:
Muhammad Basir merupakan guru Fisika di SMA IT DHBS
Bontang dan kandidat master di UPI Bandung. Pendidikan dan pengajaran merupakan
minatnya. Ia mengajarkan pemahaman dan pemikirannya terkait ilmu alam dan
fisika, serta membantu memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi siswa
dengan mengembangkan metode pembelajaran yang lebih unik, menarik, dan
menyenangkan.
[1] Surbhi,
S. (2019, September 30). Difference Between Teaching and Training. Retrieved
from Key Differences:
https://keydifferences.com/difference-between-teaching-and-training.html
[2]
Sequeira, A. H. (2012). Introduction to Concepts of Teaching and Learning. SSRN
September 21, https://ssrn.com/abstract=2150166 or
https://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2150166.
[3]
Robinson, M. (2013). Trivium 21c: Preparing Young People for the Future with
Lessons from the Past. Carmarthen: Independent Thinking Press.
[4]
Christodoulou, D. (2014). Seven Myths about Education. New York: Routledge.
[5] Ibid.
[6]
Poundstone, W. (2016). Head in the Cloud: Why Knowing Things Still Matters When
Facts Are So Easy to Look Up. New York: Hachette Book Group, Inc.
[7] Ibid.
[8]
Willingham, D. T. (2009). Why Don't Students Like School? San Fransisco:
Jossey-Bass A Wiley Imprint.
[9] Hudson,
D. (2009). Good Teachers, Good Schools: How to Create A Successful School. New
York: Routledge.
[10] Gardner,
H. (2011). The Unschooled Mind: How Children Think and How Schools Teach. New
York: Basic Books.
[11] Ibid.
[12] Hattie,
J., & Yates, G. C. (2014). Visible Learning and the Science of How We
Learn. New York: Routledge.
[13] Ibid.
[14] Brown,
P. C., Roediger III, H. L., & McDaniel, M. A. (2014). Make It Stick: The
Science of Successful Learning. Cambridge: The Belknap Press of Harvard
University Press.
[15] Freire,
P. (1993). Pedagogy of the Oppressed. New York: The Continuum International
Publishing Group Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar